Ketemu lagi yaa sama materikelas.com? Hehe. Kali ini kita akan membahas tentang materi dekrit presiden 5 Juli 1959. Adapun yang akan kita bahas dari materi ini yaitu selain pokok materinya, tetapi juga isi dekrit presiden 5 Juli 1959 tersebut. Baiklah mari langsung kita simak materi berikut dibawah ini.
Pada pemilu tanggal 15 Desember 1955 berhasil memilih anggota DPR dan konstituante (dewan penyusun UUD). Pada tanggal 10 November 1956, konstituante dilantik dengan tugas terutama merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Kemudian konstituante mulai bersidang dengan pidato pembukaan dari presiden untuk menyusun dan menetapkan UUD RO tanpa ada batasan waktu.
Namun ketika itu situasi dalam negeri terjadi pergolakan di daerah-daerah yang memuncak menjadi pemberontakan PRRI/Permesta. Berkaitan dengan keadaan tersebut, sampai dengan awal tahun 1957 konstituante belum juga berhasil merampungkan tugasnya untuk merumuskan UUD yang baru.
Pada tanggal 5 Juni 1959 konstituante mengadakan reses (masa istirahat) yang tenyata untuk selama-lamanya. Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan No. Prt/Peperpu/040/1959 yang isinya larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik. Kemudian pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwiryo mengirimkan surat kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan konstituante.
Gagalnya konstituante dalam melaksanakan tugasnya serta rentetan peristiwa politik keamanan yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai puncaknya pada bulan Juni 1959. Untuk keselamatan negara berdasarkan staatsnoodrecht (hukum keadaan bahaya bagi negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pada pukul 17.00 dalam suatu upacara resmi di Istana Merdeka Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden.
Berikut isi dekrit presiden 5 Juli 1959 :
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 |
Pada pemilu tanggal 15 Desember 1955 berhasil memilih anggota DPR dan konstituante (dewan penyusun UUD). Pada tanggal 10 November 1956, konstituante dilantik dengan tugas terutama merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Kemudian konstituante mulai bersidang dengan pidato pembukaan dari presiden untuk menyusun dan menetapkan UUD RO tanpa ada batasan waktu.
Namun ketika itu situasi dalam negeri terjadi pergolakan di daerah-daerah yang memuncak menjadi pemberontakan PRRI/Permesta. Berkaitan dengan keadaan tersebut, sampai dengan awal tahun 1957 konstituante belum juga berhasil merampungkan tugasnya untuk merumuskan UUD yang baru.
Pada tanggal 5 Juni 1959 konstituante mengadakan reses (masa istirahat) yang tenyata untuk selama-lamanya. Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan No. Prt/Peperpu/040/1959 yang isinya larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik. Kemudian pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwiryo mengirimkan surat kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan konstituante.
Gagalnya konstituante dalam melaksanakan tugasnya serta rentetan peristiwa politik keamanan yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai puncaknya pada bulan Juni 1959. Untuk keselamatan negara berdasarkan staatsnoodrecht (hukum keadaan bahaya bagi negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pada pukul 17.00 dalam suatu upacara resmi di Istana Merdeka Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden.
Berikut isi dekrit presiden 5 Juli 1959 :
- Pembubaran Konstituante.
- Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
- Pembentukan MPRS dan DPAS.