Kali ini saya akan memberikan jawaban buku paket Indonesia kelas 12 semester 2 kurtilas dari halaman 127 sampai halaman 137. Disini kita akan memberikan jawaban secara padat dan jelasa tanpa banyak basa-basi mengenai hal yang yang tidak penting. Jawaban ini kita dapat dari soal buku paket bahasa indonesia yang ada pada halaman 127 hingga 137.
Kunci Jawaban Halaman 127-128
Kunci Jawaban Halaman 129-131
Kunci Jawaban Halaman 127-128
- Mendobrak kemiskinan melalui pendidikan menjadi cita-cita tokoh yang dibangun pengarang dalam novelnya. Pendidikan itu sangat penting, sebab akan menaikkan derajat seseorang, meskipun dengan segala keterbatasan. Hal ini dapat terlihat dari kutipan nomor 3) Ayahnya telah melepaskan belut licin itu, dan anaknya baru saja meloncati nasib, merebut pendidikan (Laskar Pelangi, 2007:10), dan nomor 4) Agaknya selama turun-temurun keluarga laki-laki cemara angin itu tak mampu terangkat dari endemik kemiskinan komunitas Melayu yang menjadi nelayan. Tahun ini beliau menginginkan perubahan dan ia memutuskan anak laki-laki tertuanya, Lintang, tak akan menjadi seperti dirinya. Lintang akan duduk di samping pria kecil berambut ikal yaitu aku, dan ia akan sekolah di sini lalu pulang pergi setiap hari naik sepeda (Laskar Pelangi, 2007:11).
- Jangan mudah menyerah oleh keadaan (jangan putus asa). Keadaan boleh saja serba kekurangan, namun kekurangan janganlah menjadi alasan untuk tidak berusaha. Justru jadikanlah kekurangan itu sebagai motivasi untuk bisa menutupinya. Hal ini dapat terlihat dari kutipan nomor 1) Tahun lalu SD Muhammadiyah hanya mendapatkan sebelas siswa, dan tahun ini Pak Harfan pesimis dapat memenuhi target sepuluh. Kutipan nomor 2) “Terimalah Harun, Pak, karena SLB hanya ada di Pulau Bangka, dan kami tak punya biaya untuk menyekolahkannya ke sana.
- Hidup ini dapat kita lalui dengan bahagia apabila kita semangat dalam menjalankan kewajiban kita, dan sabar dalam menghadapi cobaan. Hal ini dapat terlihat dari kutipan nomor nomor 6) Kami kekurangan guru dan sebagian besar siswa SD Muhammadiyah ke sekolah memakai sandal. Kami bahkan tak punya seragam. Kami juga tak punya kotak P3K. Kutipan nomor 7) Pak Harfan menceritakan semua itu dengan semangat perang Badar sekaligus setenang embusan angin pagi.
Kunci Jawaban Halaman 129-131
No. | Penokohan | Nama Tokoh | Kutipan Pendukung |
---|---|---|---|
1. | Anak lelaki yang menunjukkan minat besar untuk bersekolah-karena harus menempuh jarak 80 kilometer setiap hari agar bisa bersekolah. Ia adalah seorang anak yang genius dan menjadi teman sebangku Ikal Ia memiliki citacita menjadi ahli matematika. Ayahnya bekerja sebagai nelayan miskin dan harus menanggung 14 jiwa anggota keluarganya. | Lintang |
|
2. | Anak lelaki bertubuh kurus dan berminat besar pada seni. | Mahar |
|
3. | Anak lelaki keturunan Tionghoa yang menganggap Mahar adalah guru baginya. | A Kiong |
|
4. | Anak lelaki ini digambarkan sebagai tokoh “aku” dalam cerita. Ia berminat pada sastra dan selalu mendapat peringkat kedua setelah Lintang. | Ikal |
|
5. | Sang ketua kelas sepanjang generasi sekolah Laskar Pelangi yang menderita rabun jauh. | Kucai |
|
6. | Seorang anak perempuan tomboi yang berasal dari keluarga kaya, serta peserta terakhir Laskar Pelangi. | Flo |
|
7. | Anak lelaki tampan yang pintar dan baik hati. Ia sangat mencintai ibunya. | Trapani |
|
8. | Anak lelaki yang memiliki keterbelakangan mental. | Harun |
|
9. | Satu-satunya tokoh perempuan dalam kelompok ini-sebelum Flo bergabung. Ia adalah gadis yang keras kepala. Ia digambarkan sebagai gadis yang pintar dan ramah. | Sahara |
|
10. | Tokoh lain yang digambarkan sebagai anak nelayan yang ceria. | Syahdan |
|
11. | Ia selalu menjaga citranya sebagai lelaki jantan. | Borek |
|
Kunci Jawaban Halaman 132-133
No. | Sudut Pandang | Kutipan dari Novel Laskar Pelangi |
---|---|---|
1. | Sudut pandang orang pertama |
|
2. | Sudut pandang orang ketiga |
|
Kunci Jawaban Halaman 135-136
No. | Struktur | Kalimat |
1. | Abstrak | Pagi itu, waktu aku masih kecil, aku duduk di bangku panjang di depan sebuah kelas. Sebatang pohon filicium tua yang rindang meneduhiku. Ayahku duduk di sampingku memeluk pundakku dengan kedua lengannya dan tersenyum mengangguk-angguk pada setiap orang tua dan anak-anaknya yang duduk berderet-deret di bangku panjang lain di depan kami. Hari itu ada hari yang agak penting: hari pertama masuk SD (Laskar Pelangi, 2007:1). |
2. | Orientasi | Tahun lalu SD Muhammadiyah hanya mendapatkan sebelas siswa, dan tahun ini Pak Harfan pesimis dapat memenuhi target sepuluh. Maka diam-diam dia telah mempersiapkan sebuah pidato pembubaran sekolah di depan para orang tua murid pada kesempatan pagi ini. Kenyataan bahwa mereka hanya memerlukan satu siswa lagi untuk memenuhi target itu menyebabkan pidato ini akan menjadi sesuatu yang menyakitkan hati. (Laskar Pelangi, 2007:5-7) ................ Harun telah menyelamatkan kami dan kami pun bersorak. Sahara berdiri tegak merapikan lipatan jilbabnya dan meyandang tasnya dengan gagah, ia tak mau duduk lagi. Bu Mus tersipu. Air mata guru muda ini surut dan ia menyeka keringat di wajahnya yang belepotan karena bercampur dengan bedak tepung beras. (Laskar Pelangi, 2007:7-8) |
3. | Komplikasi | Mendengar keputusan itu Lintang merontak-ronta ingin segera masuk kelas. Ayahnya berusaha keras menenangnenangkannya, tapi ia memberontak, menepis pegangan ayahnya, melonjak, dan menghambur ke dalam kelas mencari bangku kosongnya sendiri. Di bangku itu ia seumpama balita yang dinaikkan ke atas tank, girang tak alang kepalang, tak mau turun lagi. Ayahnya telah melepaskan belut yang licin itu, dan anaknya baru saja meloncati nasib, merebut pendidikan.(Laskar Pelangi, 2007:10) ...................... Umumnya Bu Mus mengelompokkan tempat duduk kami berdasarkan kemiripan. Aku dan Lintang sebangku karena kami sama-sama berambut ikal. Trapani duduk dengan Mahar karena mereka berdua paling tampan. Penampilan mereka seperti para pelantun irama semenanjung idola orang Melayu pedalaman. Trapani tak tertarik dengan kelas, ia mencuricuri pandang ke jendela, melirik kepala ibunya yang muncul sekali-sekali di antara kepala orang tua lainnya. Tapi Borek dan Kucai didudukkan berdua bukan karena mereka mirip, tapi karena sama-sama susah diatur. Baru beberapa saat di kelas, Borek sudah mencoreng muka Kucai dengan penghapus papan tulis. Tingkah ini diikuti Sahara yang sengaja menumpahkan air minum A Kiong sehingga anak Hokian itu menangis sejadi-jadinya seperti orang ketakutan dipeluk setan. N.A. Sahara Aulia Fadillah binti K.A. Muslim Ramdhani Fadillah, gadis kecil berkerudung itu, memang keras kepala luar biasa. Kejadian ini menandai perseteruan mereka yang akan berlangsung akut bertahun-tahun. Tangisan A Kiong nyaris merusak acara perkenalan yang menyenangkan pagi ini. (Laskar Pelangi, 2007:13-14) |
4. | Evaluasi | Kami kekurangan guru dan sebagian besar siswa SD Muhammadiyah ke sekolah memakai sandal. Kami bahkan tak punya seragam. Kami juga tak punya kotak P3K. Jika kami sakit, sakit apa pun: diare, bengkak, batuk, flu, atau gatal-gatal, maka guru kami akan memberikan sebuah pil berwarna putih, berukuran besar bulat seperti kancing jas hujan, yang rasanya sangat pahit. Jika diminum kita bisa merasa kenyang. Pada pil itu ada tulisan besar APC. Itulah pil APC yang legendaris di kalangan rakyat pinggiran Belitong. Obat ajaib yang bisa menyembuhkan segala rupa penyakit. (Laskar Pelangi, 2007:17-18) |
5. | Resolusi | Pak Harfan menceritakan semua itu dengan semangat perang Badar sekaligus setenang embusan angin pagi. Kami terpesona pada setiap pilihan kata dan gerak lakunya yang memikat. Ada semacam pengaruh yang lembut dan baik terpancar darinya. Ia mengesankan sebagai pria yang kenyang akan pahit getir perjuangan dan kesusahan hidup, berpengetahuan seluas samudra, bijak, berani mengambil risiko, dan menikmati daya tarik dalam mencari-cari bagaimana cara menjelaskan sesuatu agar setiap orang mengerti. (Laskar Pelangi, 2007:23) 14) Ketika mengajukan pertanyaan beliau berlari-lari kecil mendekati kami, menatap kami penuh arti dengan pandangan matanya yang teduh seolah kami adalah anak-anak Melayu yang paling berharga. Lalu membisikkan sesuatu di telinga kami, menyitir dengan lancar ayat-ayat suci, menantang pengetahuan kami, berpantun, membelai hati kami dengan wawasan ilmu, lalu diam, diam berpikir seperti kekasih merindu, indah sekali. (Laskar Pelangi, 2007:23-24) |
6. | Koda | Beliau menorehkan benang merah kebenaran hidup yang sederhana melalui kata-katanya yang ringan namun bertenaga seumpama titik-titik air hujan. Beliau mengobarkan semangat kami untuk belajar dan membuat kami tercengang dengan petuahnya tentang keberanian pantang menyerah melawan kesulitan apa pun. Pak Harfan memberi kami pelajaran pertama tentang keteguhan pendirian, tentang kerukunan, tentang keinginan kuat untuk mencapai cita-cita. Beliau meyakinkan kami bahwa hidup bisa demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama. Lalu beliau menyampaikan sebuah prinsip yang diam-diam menyelinap jauh ke dalam dadaku serta memberi arah bagiku hingga dewasa, yaitu bahwa hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya. (Laskar Pelangi, 2007:23-24) |
Kunci Jawaban Halaman 137-138
No. | Kutipan Idiom | Makna Idiom |
---|---|---|
1. | Senyum Bu Mus adalah senyum getir yang dipaksakan karena tampak jelas beliau sedang cemas (LP, 2007:2). | ‘senyum yang lahir dari rasa hati yang kecewa’ |
2. | Ia juga diperhatikan ibunya layaknya anak emas. Mungkin karena ia satusatunya laki-laki di antara lima saudara perempuan lainnya (LP, 2007:74). | ‘orang yang paling disayangi’ |
3. | Sebagian yang lain diam terpaku, mulutnya ternganga, ia diselubungi kabut dengan tatapan mata yang kosong dan jauh (LP, 2007:104). | ‘tidak bisa berkata apa-apa’ |
4. | Guru-guru yang sederhana ini berada dalam situasi genting karena Pengawas Sekolah dari Depdikbud Sumsel telah memperingatkan bahwa jika SD Muhammadiyah hanya mendapat murid baru kurang dari sepuluh orang, maka sekolah paling tua di Belitong ini harus ditutup (LP, 2007:4). | ‘keadaan yang menegangkan atau berbahaya’ |
5. | Yang berhasil dibawa pulang hanya tubuh yang remuk redam.... (LP, 2007:264). | ‘hancur sama sekali’ |
6. | Ketika beliau angkat bicara, tak dinyana, meluncurlah mutiara-mutiara nan puitis sebagai prolog penerimaan selamat datang penuh atmosfer sukacita di sekolahnya yang sederhana (LP, 2007, 21—22). | ‘mulai bicara’ |
7. | Intonasinya lembut membelai-belai kalbu dan Mahar memaku hati kami dalam rasa pukau menyaksikannya menyanyi sambil menitikkan air mata (LP, 2007:137). | ‘menciptakan rasa yang mendalam dalam hati’ |
8. | Tak mengapa tujuan tak tercapai asal tak jatuh nama dalam debat kusir (LP, 2007:264). | ‘debat yang tidak disertai alasan yang masuk akal’ |
9. | Kami menanti liku demi liku cerita dalam detikdetik menegangkan dengan dada berkobar-kobar ingin membela perjuangan para penegak Islam (LP, 2007:23). | ‘semangat yang menyala-nyala dengan hebatnya’ |
10. | Sifatnya yang utama: penuh perhatian dan kepala batu. Maka, tak ada yang berani bikin gara-gara dengannya karena ia tak pernah segan mencakar (LP, 2007:75). | ‘tidak mau mengikuti nasihat orang lain’ |